banner 728x250

Jelang Pilkada, Politik Indentitas Lebih Dominan

LUBUKLINGGAU, Beligatupdate.com – Perhelatan Pilkada serentak 2018 mendatang, khususnya Pilkada di Kota Lubuklinggau tidak bisa dipungkiri akan didominasi Isu Politik Indentitas.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pemuda Mandala Trikora (PMT) Lubuklinggau-Musi Rawas, Mirwan, S.Pd. Menurutnya, Isu Politik Identitas menjelang Pilkada merupakan tontonan paling vulgar yang mulai dijalankan saat ini.

“Terbukti, saat ini mulai bermuculan berbagai persatuan “Sukuisme dan Kedaerahan” seperti Ikatan Keluarga Minang (IKM), Ikatan Keluarga Musi Bersatu (IKMB) dan tidak menutup kemungkinan bakalan bermunculan lagi ikatan kedaerahan lainnya untuk melakukan gerakan yang sama, untuk menunjukkan kekuatannya dalam rangka mensukseskan kandidat yang mereka dukung,”kata Mirwan, Senin (25/12).

Mengapa politik identitas ini begitu dominan dalam perbincangan publik kita? Menurut Mirwan, ada dua penyebabnya. Pertama, secara ideologis tidak adanya kontestasi ideologi yang sehat dan terbuka di antara berbagai kekuatan politik yang ada. Absennya kontestasi ideologi menyebabkan seluruh kekuatan politik ini mengandalkan identitas sebagai daya tarik dan daya ikat konstituennya.

Kedua, politik identitas ini juga difasilitasi oleh perkembangan kelembagaan politik pasca reformasi, terkhusus, maraknya pemekaran daerah-daerah baru hasil dari kebijakan Otonomi Daerah. Politik Identitas merupakan pondasi utama bagi setiap kontestan untuk memenangkan pertarungan politik formal maupun informal.

Dua keadaan ini, lanjut Mirwan menyebabkan para kandidiat yang bertarung di Pilkada Lubuklinggau lebih mengidentikkan dirinya dengan rakyat pemilih bukan berdasarkan progam-program politik yang rasional dan terukur, melainkan melalui cara-cara yang sarat emosi dan persuasif.

Sebagai contoh, dengan menjual isu Sukuisme dan Kedaerahan, sehingga pemilih dikondisikan untuk memilih “bersama kami atau menjadi musuh kami”. Jangan pilih si A karena Ia berbeda suku atau berbeda kedaerahan  dengan kita. Disini, diktum yang berlaku adalah “apa yang rasional adalah identitas kita dan identitas kita itulah yang rasional”.

Mendominasinya Politik Identitas dalam ruang publik di Kota Lubuklinggau belakangan ini membuat Mirwan beranggapan bahwa Politik Indentitas seperti ini, tidak patut dirayakan. Sebaliknya, kita perlu mengkritisinya secara serius. Pertama, Politik Identitas karena mudah diserap oleh panca indera, cenderung menyebabkan terjadinya segregasi sosial secara horisontal.

“Aku dan dia, kita dan mereka. Segregasi ini terjadi karena masing-masing identitas berusaha mengokohkan dan meneguhkan otentisitasnya,”jelasnya.

Alhasil, Politik Indentitas ini akan berdampak buruk bagi perkembangan Demokrasi yang ada di Kota Lubuklinggau karena akan menghasilkan Politik Isolasi sekaligus Eksklusi. Artinya, mengisolasi diri agar tidak tercemar pengaruh dari luar, sekaligus mengeksklusi karena yang lain itu dianggap tidak murni.

Sehingga, Penganut Politik Identitas lebih suka potong kompas dalam menjelaskan fenomena sosial tersebut sebagai masalah moral karena pemimpinnya bukan orang kita. Dampak dari cara pandang ini, Penganut Politik Identitas tidak pernah menawarkan sebuah solusi yang tujuannya untuk mengubah struktur sosial yang tidak adil tersebut, melainkan mencari pemimpin yang baik dari kalangan mereka sendiri.

“Inilah realitas politik yang tengah mengepung Kota Lubuklinggau belakangan ini cenderung partikular dan emosional, yang sayangnya, memiliki barisan pengikut yang panjang,”pungkasnya.(Rilis/Reki A)