Lubuklinggau, Beligat.com – Koalisi Trisula yang terdiri dari tiga (3) lembaga Non Go Erment Organisation (NGO) yakni, Dewan Pengurus Daerah Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (DPD-JPKP) Kabupaten Musi Rawas. Forum Peduli Pendidikan Anti Narkoba (FPPAN), dan Yayasan Pucuk yang bergerak di bidang Regulasi dan Kebijakan Anggaran.
Dalam aksi yang kedua kalinya ini, massa mengangkat permasalahan yang ada di lembaga penuntut Korp Adiyaksa Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, yang diduga kejaksaan negeri Lubuklinggau tebang pilih kasus.
Dalam orasi yang dilakukan, ketua Yayasan Pucuk, Effendi, mengungkapkan tiga tuntutan aksi, yakni, mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau dimana dalam pandangan Trisula bahwa kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau pada saat ini tidak becus dalam upaya penegakan hukum di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Lubuklinggau.
Menindaklanjuti aksi demo koalisi Trisula beberapa bulan lalu, yaitu mengenai surat intruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : INS / 001/A/JA/10/2015 tentang pembentukan dan pelaksanaan tugas Tim Pengawal, Pengamanan, Pemerintah Pusat dan Daerah (TP4D) dalam hal ini Trisula meminta kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan serta mengevaluasi kinerja TP4D pada Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, terhitung setelah melakukan MoU atau perjanjian kerjasama pada tiga wilayah,byakni Kota Lubuklingau, Kabupaten Musi Rawas (Mura), dan Musi Rawas Utara (Muratara). Hal ini disampaikan bahwa terindikasi dan diduga TP4D Kejaksaan Negeri Lubuklinggau menerima suap fee atau persentase yang masuk dalam MoU antara pemerintah daerah dengan TP4D.
Dan, Trisula meminta kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia m ngacu pada UU No 14 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pada bagian kedua pasal 13 untuk melakukan pemecatan tidak hormat kepada oknum jaksa yang ada di kejaksaan Negeri Lubuklinggau yang terindikasi berkolusi dan menerima suap dari oknum yang berperkara. Di mana dalam pantauan dan informasi yang diterima ada banyak perkara yang masuk di kejaksaan ini selesai di Delapan Enam (86).
“Kegiatan yang kami laporkan yakni mengenai dugaan korupsi anggaran di sekretariat DPRD kabupaten Musi Rawas tahun 2018, pada kegiatan penyediaan makan dan minum anggarang sebesar Rp. 2,4 miliar. Pada kegiatan peningkatan kapasitas ketiadaan anggota DPRD serta anggarang pembahasan rancangan Peraturan Daerah (Perda) dengan nilai anggarang Rp. 38 miliar. Serta adanya indikasi Mark Up anggaran pengadaan tenda rorel pada sekretariat Pemda Mura tahun 2018 pagi anggaran Rp. 500 juta,” ungkap Effendi, ketua Yayasan Pucuk.
Selain itu, dirinya juga mempertanyakan mengenai beberapa kegiatan yang telah mereka ketahui dan telah dilapor, namun sampai saat ini belum ada kejelasan status hukumnya.
“Kami mempertahankan kelanjutan dugaan penyimpangan anggaran kegiatan di sekretariat DPRD kota Lubuklinggau, dimana adanya temuan hasil audit BPK, anggaran Rp. 2 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, serta adanya indikasi tindakan pidana pemalsuan dokumen. Kami mempertahankan kepada Kejari Lubuklinggau mengenai kejelasan kasus anaknya dugaan pungli dipasar Bukit Sulap, yang diduga adanya keterlibatan oknum pejabat instansi terkait. Kami mempertanyakan tindak lanjut proses hukum kasus dana haji/umro tahun 2017 pada instansi nagua Kesra sekretariat Pemda Mura. Dan kami meminta penjelasan terkait hilangnya surat laporan kami terkait kasus dugaan pungli oknum dinas Perizinan kabupaten Mura,” ungkapnya.
Sementara, Kejari Lubuklinggau, Zaraida, melal melalui ui Kasi Intel, Adi Wirabakti mengatakan jika dirinya menemui pengunjukrasa dikarenakan ibu Kejari tidak berada ditempat, karena ada urusan di Palembang.
“Semua berkas yang ditanyakan itu semuanya ada dan tidak hilang. Ini semua belum ditindaklanjuti karena kita kemarin sibuk dengan adanya Pilpres dan Pileg. Dan apabila mau melapor ke Kejagung ya silahkan,” pungkasnya.*Agus Kristianto/Akew