LUBUKLINGGAU, Beligatupdate.com – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta menyatakan bahwa penembakan di Kota Lubuklinggau merupakan potret brutalitas aparat Pori di lapangan.
Rencananya dalam waktu dekat anggota KontraS Jakarta akan datang ke Lubuklinggau untuk mengawal kasus penembakan yang menewaskan Surini (50) dan Indra Yani (35). Salah satu angota KontraS Jakarta, Arif, kepada wartawan mengatakan dalam waktu dekat akan segera ke Lubuklinggau.
Mengenai penembakan di Lubuklinggau, dalam siaran pers Kontras melalui Yati Andriani ( Badan Pekerja Kontras) menyatakan peristiwa penembakan satu keluarga di dalam mobil di Lubuklinggau, Sumatera Selatan adalah cacat hukum yang harus diprotes keras dan diarahkan kepada Kapolri.
“Dari banyak sumber media yang kami pantau, penembakan brutal ini seakan dibenarkan oleh Kapolres Lubkulinggau AKBP Hajat Mabrur, ketika 1 mobil sedan Honda City yang berisi 7 orang keluarga tidak mau berhenti pada pemeriksaan razia kendaraan bermotor pada Selasa 18 April 2017. Dari penembakan tersebut, 1 orang tewas akibat luka tembak disekujur tubuhnya,”kata Yati.
Dalih adanya tembakan peringatan, namun mobil tetap terus melaju dan menghindar patroli kepolisian, yang diikuti dengan pemberondongan mobil menggunakan senjata api oleh satuan Polres Lubuklinggau juga tidak dapat dibenarkan. Apalagi diketahui di dalam mobil terdapat 2 anak-anak yang terluka, di mana seharusnya mereka mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan teror ini.
Dalam catatan KontraS, setidaknya dalam kurun 1 bulan terakhir (Maret-April 2017) terdapat beberapa insiden senjata api yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga sipil dengan dalih pembenar yang didukung instansi Polri. Peristiwa Tuban (6 orang tewas dengan pembungkus isu terorisme) juga tidak banyak mendapatkan kritik serius, khususnya dari sisi manajemen operasi penindakan dan evaluasi gelar pasukan keamanan yang digunakan.
Pada Lubuklinggau, analisis Kontras tidak menunjukkan bahwa peristiwa dilatarbelakangi adanya kontak senjata dengan aparat Polri. Bahkan tidak ada seorangpun diantara penumpang kendaraan yang diketahui membawa senjata api atau merupakan tersangka kejahatan yang menjadi target Kepolisian.
“Artinya apa? Ada penggunaan instrumen-instrumen hukum yang dipakai secara sewenang-wenang. Hal ini sangat disesalkan, apalagi Polres Lubuklinggau lebih memilih untuk merespons terburu-buru yakni dengan melakukan penembakan secara serampangan, dibanding mengupayakan tindakan-tindakan pencegahan yang dapat mengurangi kerugian atau dampak lebih fatal,”tegasnya.
Atas peristiwa tersebut, Kontras mencermati bahwa ada tindakan diluar prosedur yang dilakukan oleh anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang menyatakan bahwa Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Lebih lanjut, Pasal 5 Ayat (1) Perkap Nomor 1 Tahun 2009 secara spesifik juga telah menerangkan bahwa penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seharusnya dilakukan dari Tahapan yang paling rendah yakni Tahapan I (kekuatan yang memiliki dampak pencegahan).
Oleh karenanya, patut disimpulkan bahwa tindakan anggota Polres Lubuklinggau tersebut adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip yang diatur pada setiap aparat penegak hukum yakni prinsip proporsional (penggunaan kekuatan yang proposional, sesuai dengan ancaman yang dihadapi), prinsip nesesitas (penggunaan kekuatan yang terukur, sesuai dengan kebutuhan di lapangan), dan prinsip alasan yang kuat (penggunaan kekuatan yang beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan).
Selain itu, pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 49 (1) huruf d ditegaskan dengan terang bahwa harus dibuat laporan terrinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.
Ditambahkan di ayat 2 dalam pasal yang sama, dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat penggunaan senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),maka petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah dilakukan pejabat yang berwenang wajib memberikan penjeleasan kepada pihak yang dirugikan tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(sumber KontraS.org /red)