banner 728x250

Pancasila, Falsafah Hidup Warga Negara

Lahir dari Perenungan Bung Karno di Pengasingan

OPINI Oleh : Eris Yong Hengki (*)

Sebagaimana kuat dan gagahnya Garuda, Pancasila sebagai lambang Negara Indonesia siap menembus sendi-sendi jagat raya dan mencapai kejayaan. Didasari azas-azas yang terkmaktub dalam setiap butir-butir pancasila itu sendiri. Berselimutkan Sang Saka Merah-Putih, bersimbosis sebagai lambang persatuan dan kerukunan seluruh rakyat Indonesia.

Dengan penuh penghayatan dan luasnya pandangan bangsa yang besar nan subur, tentu menjadi suatu keseriusan bagi Bung Karno untuk menetapkan arah dan tujuan bangsa. Mengulik kembali ke sejarah silam tepatnya 14 Januari 1934, Bung Karno bersama sang istri, Inggit Garnasih serta ibu mertua, Amsi dan anak angkat, Ratna Djuami, tiba di rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Ende NTT.

Selama masa pengasingan, banyak aktivitas yang dilakukan Bung Karno untuk menghilangkan kebosanan dengan kegiatan-kegiatan meski monoton. Salah satunya mengunjungi pohon sukun, berada tak jauh dari tempat tinggalnya yang berhadapan dengan Pantai Ende.

Suasana itu kerapkali membawa Bung Karno ke dalam renungan panjang. Dibawah rindangnya pohon sukun inilah, lima sila atau pancasila itu tercipta. Bung karno memiliki cerita tersendiri perihal itu.

“Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari. Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung, di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada”.

Kini, pohon sukun itu dikenal sebagai pohon pancasila yang terletak di pusat kota Ende. Buah pemikiran Soekarno akan Pancasila tidak muncul secara tiba-tiba. Pancasila hadir sebagai hasil dari proses perenungan diri Bung Karno selama empat tahun diasingkan ke Ende.

Soekarno pernah berkata bahwa Pancasila itu adalah benar-benar suatu dasar yang dinamis. Sebagai dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat indonesia. Suatu dasar yang benar-benar dapat mempersatukan rakyat indonesia.

Selain dari ideologi negara, pancasila ialah falsafah hidup untuk seluruh rakyat Indonesia yang menentang imperialisme, kapitalisme dan komunisme. Paham imperialisme dan kapitalisme, mementingkan ekonomi diatas segalanya. Putaran perekonomiannya hanya dimiliki oleh para kaum pemilik modal, sangat bertentangan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian komunisme, tidak mengedepankan keberadaan tuhan dalam hal apapun. Paham atheis ini sangat bertentangan dengan Ketuhanan yang Maha Esa, sila pertama pancasila.

Maka memperingati Hari Lahir Pancasila, sangatlah penting. Bukan hanya alasan bernilai sejarah, tapi juga karena makna yang terkandung dalam setiap butir dan sila Pancasila, merupakan hal yang harus dihayati setiap saat oleh warga Indonesia.

Dalam memaknai hari lahir pancasila, kita perlu melakukan suatu gerakan atau tindakan-tindakan yang selaras dengan isi dari butir-butir pancasila. Bukan hanya bersifat seremonial, namun harus kita hayati dan jalani di dalam berbangsa dan bernegara. Sebab, pancasila merupakan jiwa Indonesia. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya dasar negara, melainkan juga falsafah hidup untuk seluruh warga negara Indonesia. (**)

(*) Penulis adalah Ketua GMNI Lubuklinggau

error: Maaf Di Kunci