Lubuklinggau, Beligat.com – Pengurus Yayasan Baitul A’la Kota Lubuklinggau mempertanyakan kejelasan mengenai sengketa tanah yang sampai sekarang belum ada titik jelas, sedangkan upaya telah banyak dilakukan oleh pihak yayasan guna menyelesaikan masalah tersebut, termasuk mengirimkan surat ke Kapolres Lubuklinggau, prihal permohonan perlindungan.
Ketua yayasan Baitul A’la, Syamsu Anwar mengatakan jika pihaknya selama ini tidak tinggal diam mengenai sengketa lahan dengan pihak Dedi Rochaka Wijaya selaku pihak yang telah melakukan klaim.
“Kami menuntut kepada pihak kabupaten Musi Rawas dan pihak terkait sebagai pemilik aset lahan komplek Baitul A’la untuk menertibkan dan membongkar bangunan pagar yang dibangun tanpa izin karena hal tersebut tidak memiliki dasar hukum. Kami juga meminta kepada pemerintah kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau, BPN/ATR kota Lubuklinggau untuk melakukan peninjauan ulang sertifikat yang dikeluarkan pada tahun 1893 oleh Dedy Rochaka Wijaya sesuai dengan riwayat tanah yang telah kami,” katanya.
Dirinya juga menjelaskan jika pihak yayasan Baitul A’la melakukan upaya audiensi dan mengadukan mengenai pengklaiman yang dilakukan pihak Dedy Rochaka Wijaya kepada pihak pemerintah, baik kabupaten Musi Rawas maupun kota Lubuklinggau.
“10 September kami telah melakukan audiensi dengan ketua DPRD/komisi A DPRD kota Lubuklinggau dalam rangka menyikapi klaim dan pembangunan yang dilakukan Dedy Rochaka Wijaya, namun sampai sekarang belum ada kelanjutan. Pada tanggal 3 Oktober 2018 kami juga telah mengadukan ke bupati Musi Rawas namun sampai sekarang hasilnya belum maksimal. Sedangkan pada tanggal 1 Oktober 2018 kami juga sudah melakukan audiensi dengan wali kota Lubuklinggau, namun hasilnya juga belum maksimal,” jelasnya.
Dirinya juga mengaku jika pihak dari Dedy Rochaka Wijaya telah mengirimkan surat peringatan kepada pihak yayasan Baitul A’la dan Yayasan Pembina Pendidikan Tinggi (YPPT) bumi Silampari sebanyak dua kali guna meninggalkan atau memindahkan bangunan diatasi tanah yang diklaim sudah menjadi miliknya.
“Kami telah menerima surat teguran dari saudara Dedi Rochaka Wijaya sebanyak dua kali, sedangkan kami telah melakukan rapat dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pelaku sejarah tentang kedudukan tanah tersebut pada tanggal 6 September 2018 dan berkesimpulan bahwa tanah komplek Baitul A’la adalah milik negara,” pungkasnya.*Febri/Agus Kristianto