LAHAT, Beligatupdate.com – Plantari berencana akan melakukan gugatan kelompok atau lebih dikenal dengan nama class action atau class representative terkait angkutan batubara menggunakan jalan negara yang menyebabkan terjadinya kemacetan di pintu masuk bumi seganti setungguan berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim.
Hingga kini, LSM Plantari tersebut masih menampung permintaan masyarakat untuk melakukan gugatan.
“Dengan ini LSM Plantari menghimbau kepada rekan-rekan dan keluarga seluruh masyarakat yang menderita langsung akibat kerugian tersebut untuk dapat memberikan kuasa mengugatnya,” Kata Sanderson Syafe’i dengan awak media di Kantornya.
Sanderson mengatakan, dari himbauan tersebut sudah ada masyarakat yang merespon. Ke depan, ia yakin masyarakat akan banyak yang memberi kuasa mengugatnya kepada LSM Plantari.
“Masih kita kumpulkan sih karena baru tadi saya coba sebarkan kepada teman-teman untuk mengajak warga negara secara aktif memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk bebas dari ancaman bencana debu, hak kesehatan, hak hidup dan hak untuk hidup dengan kualitas hidup yang baik, termasuk hak generasi yang akan datang.” lanjutnya, Selasa (11/4).
Paling tidak, lanjut Sanderson, pihaknya masih menunggu 10 warga yang akan memberikan kuasa. Jika sudah terkumpul, rencananya baru akan dirancang gugatan serta berapa kerugian yang diderita masyarakat dari masalah kemacetan angkutan batubara dan debu itu. Hingga kini, kerugian yang dialami masih sebatas masalah kurang lancarnya arus lalulintas.
“Memang kita tunggu dalam waktu beberapa hari ini, kita lihat berapa orangnya. Dari situ kita baru tahu berapa kerugiannya, kan macam-macam kerugiannya. Yang baru kita deteksi sebatas masalah kemacetan dan kesehatan,” jelasnya.
Ia berharap nanti saat didaftarkan ke pengadilan, gugatan class action ini bisa diterima oleh majelis hakim.
“Mudah-mudahan kalau bisa masuk, diterima juga unsur class actionnya itu lebih bagus tapi kalau tidak kita pakai legal standing yang lain,” ujar Sanderson.
Atas dasar itu, korporasi harus bertanggung jawab atas kemacetan dan bencana debu yang ditimbulkan akibat praktik buruk korporasi pemilik IUP. Plantari pun mendorong terus pemerintah untuk menyentuh korporasi sebagai aktor yang harus bertanggung jawab, dengan mengkaji ulang dan mencabut izin perusahaan, khususnya yang secara berulang ditemukan angkutan yang tidak sesuai standar layak jalan.
Plantari menegaskan bahwa kolaborasi kejahatan korporasi dan negara yang abai telah menyebabkan begitu banyak kerugian atas kemacetan dan debu, kerugian yang tidak bisa dihitung lagi nilainya, khususnya kesehatan kelompok rentan seperti anak-anak, yang terancam masa depannya karena paparan debu.
Selain memfasilitasi gugatan hukum warga negara atas kerugian yang ditimbulkan dari bencana macet dan debu karena dalam konstitusi termaktub secara tegas dalam pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 bahwa lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah hak asasi warga negara. Maka menjadi kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhinya.
Gugatan warga negara atas kerugian/dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan hidup, termasuk yang disebabkan oleh korporasi, dilindungi dan diakui oleh UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(rel/red)