LAHAT, BELIGAT.COM – Ketua Majelis Hakim, Harry Ginanjar, S.H., M.H, Hakim Anggota : Chrisinta Dewi Destiana, S.H., Diaz Nurima Sawitri, S.H., M.H. dan Panitera Pengganti, M. Budi Kurniawan, S.H. yang memimpin persidangan perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Nomor 2/Pdt.G/2024/PN Lht, membacakan putusan sela atas eksepsi kompetensi absolut yang diajukan Para Tergugat dan Para Turut Tergugat diantaranya PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku Tergugat I, Pimpinan PT. Fazza Buana Indah selaku Tergugat II, Menteri Energi Sumber Daya Mineral R selaku Turut Tergugat I dan Gubernur Sumatera Selatan Turut Tergugat II.
Dalam gugatannya Lembaga Penggiat Penegakan Keselamatan Ketenagalistrikan Konsumen Indonesia (LPPK3I) terhadap temuan instalasi listrik Tegangan Menengah (TM) dan Tegangan Rendah (TR) milik PT. PT. PLN instalasi tenaga listrik di perumahan subsidi Fazza Residen yang dibangun oleh PT. Fazza Buana Indah selaku developer tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai penyumbang susut saat ini masih mendekati 9 % sehingga tarif listrik tidak wajar, ujar Sanderson Syafe’i, ST. SH, Ketua Umum LPPK3I, Selasa (16/7).
Menanggapi eksepsi tersebut, Penggugat menjelaskan dalil tersebut muncul karena ketidakcermatan dan telitinya Para Tergugat dan Para Turut Tergugat dalam membaca gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) melalui Legal Standing, tambah Advokat muda ini.
Sejatinya dalam gugatan tersebut objek dari gugatan, pemerintahan selaku regulator berkewajiban menegakkan Keselamatan Ketenagalistrikan pada instalasi listrik pada sisi penyedia (PT. PLN) dan sisi penunjang (Badan Usaha Ketenagalistrikan) sesuai amanah pasal 8 UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, urai Sanderson.
Terhadap dalil eksepsi kompetensi absolut dan tanggapan yang diajukan Para Tergugat dan Para Turut Tergugat, Majelis Hakim mengambil putusan untuk menolak eksepsi Para Tergugat dan Para Turut Tergugat. Majelis hakim memutuskan bahwa Mekanisme Gugatan Legal Standing terhadap Penegakan Keselamatan Ketenagalistrikan diterima dan Sidang akan dilanjutkan ke Pemeriksaan Pokok Perkara, adapun pertimbangan hakim dalam putusan Sela tersebut.
Kesimpulan Majelis terhadap eksepsi kompetensi absolut Para Tergugat dan Para Turut Tergugat tidak cukup beralasan hukum dan harus ditolak dan sekaligus menetapkan untuk dilanjutkan pada proses pemeriksaan pokok perkara.
Terhadap putusan a quo, LPPK3I mengapresiasi putusan Majelis Hakim dalam perkara ini. Putusan ini menunjukkan bahwa pengadilan memperhatikan kepentingan publik, khususnya konsumen atau pelanggan PT. PLN (Persero) yang terlanggar hak untuk memperoleh tenaga listrik dengan “harga yang wajar” dan terus menerus serta menunjukkan bahwa Hakim masih berhati-hati dalam memutus perkara dan berpedoman pada nurani serta nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, tegas Sanderson.
Harapanya akan selalu demikian, dan masyarakat dapat terus mengawal berjalannya proses hukum PMH ini sampai petitum diterima. Putusan Sela ini merupakan langkah awal untuk memasuki tahap pembuktian, untuk menyediakan Tenaga Listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku dan memenuhi ketentuan keselamatan Ketenagalistrikan dengan losses serendah mungkin.
Membongkar tingginya angka susut energi (losses) akibat konstruksi jaringan distribusi tenaga listrik tidak terbangun dengan benar sesuai kaidah engineering dan keselamatan Ketenagalistrik sehingga efisien, andal dan aman serta berkualitas di seluruh Unit PT. PLN (Persero), pungkas Sanderson.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta agar PT PLN (Persero) dapat terus meningkatkan efisiensi dalam penyediaan
tenaga listrik. Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Munir Ahmad
menyampaikan, efisiensi penyediaan tenaga listrik menjadi salah satu komponen parameter
yang digunakan dalam perhitungan Biaya Pokok Penyediaani
(BPP) maupun kebutuhan
subsidi listrik. Salah satu upaya untuk mendorong efisiensi PLN, kata Munir, adalah dengan ditetapkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Efisiensi
Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero).
“Pada APBN 2021, besaran biaya pembangkitan dan bahan bakar memiliki
komposisi sebesar 72% dalam BPP penyediaan tenaga listrik, sedangkan untuk biaya
jaringan sebesar 11% dan biaya operasi lainnya sebesar 17%,” ungkap Munir dalam webinar
Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero).
Adapun, kebutuhan besaran subsidi listrik dalam APBN tahun 2021 sebesar Rp53,59
triliun dengan BPP tenaga listrik sebesar Rp355,58 triliun (rata-rata sebesar Rp1.334,4 per
kWh). Berdasarkan gambaran komposisi BPP penyediaan tenaga listrik dalam APBN 2021
tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
174/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan
Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang mengatur bahwa parameter subsidi listrik antara
lain meliputi besaran Specific Fuel Consumptionii (SFC) dan Susut Jaringan (losses).
“Dampak penurunan susut jaringan tenaga listrik sangat berpengaruh terhadap
besaran BPP tenaga listrik. Penurunan susut jaringan tenaga listrik sebesar 1 % akan
berpengaruh terhadap BPP tenaga listrik sebesar Rp3,9 Triliun,” kata Munir.(*)