Beligat.com, Musi Rawas – Jagat media sosial (Medsos) di Kabupaten Musirawas dalam beberapa hari terakhir dihebohkan dengan kemunculan video “Sales Politik” yang bergerilya mendatangi rumah warga. Disebut sales politik, karena mereka terdiri dari beberapa wanita muda yang datang ke rumah warga dan meminta identitas berupa KK (Kartu Kalurga-red) dan KTP (Kartu Tanda Penduduk.
Dari beberapa potongan video yang beredar di medsos dan grup-grup WhatsApp (WA), lokasi video ini diduga disalah satu kecamatan di Kabupaten Musirawas. Dalam potongan video itu terlihat beberapa wanita muda itu mendatangi rumah warga. Sambil ngobrol, mereka menanyakan identitas warga yang didatanginya seperti KK dan KTP.
“Ado KK atau KTP, biar didata, nak didata, kemungkinan ado amplopnyo,” ungkap salah seorang wanita berjilbab, berbaju pink dan semacam sweater warna coklat yang terlihat duduk di teras rumah warga dalam video berdurasi 1 menit 47 detik itu.
Beberapa warga, seperti suara ibu-ibu yang ikut nimbrung di teras rumah itu saat ditanya oleh wanita muda itu menjawab, dia hanya main saja ke rumah tersebut. “Aku cuma maen disini” kata ibu itu.
Jawaban ibu itu kemudian dibalas lagi oleh wanita muda itu. “Tinggal bae (KK dan KTP-red), kami akan datang lagi kesini pas seminggu sebelum pemilihan,” kata wanita muda itu.
Dalam video juga terlihat beberapa lembar sejenis karton bergambar. Dalam video itu terdengar, salah seorang warga yang mengamati lembaran berupa karton bergambar itu. Lalu warga yang dari suaranya adalah perempuan mengatakan, “Ini bu Ratna”. Dan spontan dijawab oleh wanita muda itu. “Yo, ini ibu yang kemaren, yang kemaren kan gagal. Sekarang nyalon lagi,” katanya.
Sementara dipotongan video lain juga terlihat dua orang wanita muda mendatangi rumah warga dilokasi lain. Terdengar ada suara laki-laki menanyakan maksud kedatangan dua orang wanita muda di rumah warga. Spontan dijawab mereka datang untuk menjelaskan program-program bu Ratna dan wanita yang satunya menjawab “Kami kan cuma sosialisasi, ado dak buk kami ngasih duit, dak katek kan” katanya.
Kembali terdengar suara laki-laki menegaskan, “Hari Ini jalur (zona-red) kampanye 02”.
Dijawab kembali wanita itu. “Nah dak tau kami ditugaskan”. Dibalas kembali oleh suara laki-laki tersebut, “Kamu tugas apo”. Dijawab kembali oleh wanita tersebut dia bertugas sebagai relawan. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kamu ini darimana”. Dijawab berbarengan, wanita yang satu menjawab dia dari Lubuklinggau dan yang satunya menjawab dia dari pasangan 01.
Dalam satu potongan video lagi, tampak ada seorang ibu-ibu dalam rumah, ditanya oleh seseorang dari suaranya adalah laki-laki. “Name cerito setang tu, wang itu tu (apa cerita kemaren, orang yang datang itu).
Dijawab oleh ibu itu. “Ye (dia-red) minte KK dengan nomor NIK untuk didata anggota Ratna” katanya.
Ditanya lagi, “Ape janji e”. Dan dijawab lagi, “Kagek datang kedue ade amplopnya” katanya. Ditanya lagi “Ade sen e (Ada uangnya-red)?”. Dijawab lagi oleh ibu itu “Ao (Iya)” katanya
Sementara itu, salah seorang Akademisi, Gress Selly, SH.MH sangat menyayangkan trend sales politik atau sales pilkada yang tidak memberikan pendidikan cerdas untuk masyarakat. Bahkan, cenderung menjerumuskan masyarakat kepada permasalahan hukum yaitu pidana Pemilu.
Lanjut ia, Bawaslu sebagai garda terdepan pengawasan pilkada bersih seolah-olah tidak dihargai marwah lembaga pengawasannya oleh para sales yang menyebarkan kartu-kartu relawan yang merupakan kamuflase dugaan praktek politik uang.
“Sanksi tegas dan jelas bagi yang memberi uang dan pemilih yang menerima uang dikenakan sanksi pidana, yang tertuang pada Pasal 187 huruf (a) dan (b) UU No 10 Tahun 2016,” tegas akademisi sekaligus Kuasa Hukum Paslon Nomor Urut 2. H Hendra Gunawan dan H Mulyana (H2G-Mulya).
Ia menambahkan, Pilkada merupakan salah satu sarana pendidikan politik yang seharusnya memberikan pendidikan yang baik untuk semua masyarakat. (Tim)